Perubahan Konstitusi
Posted on Jumat, 08 Juni 2012
|
Comments Off
Lazimnya, yang menyusun konstitusi adalah
konstituante. Ketidak sempurnaan suatu konstitusi, mungkin disebabkan oleh dua
hal, pertama konstitusi itu hasil karya yang bersifat kompromi, dan kedua
kemampuan para penyusunnya itu sendiri sangat terbatas. Karena konstituante itu
terdiri dari sekelompok manusia yang tidak mungkin mempunyai pandangan politik
yang sama, dan sering pula kepentingannya berbeda-beda, maka hasil karya mereka
pun yaitu konstitusi merupakan kompromi dari berbagai aliran dan kepentingan.
Penyusun
konstitusi itu adalah mereka yang tergolong ahli dalam bidangnya masing-masing.
Tapi sebagaimana layaknya setiap manusia, para penyusun konstitusi itu pun
mempunyai kekurangan, dan kemampuannya pun terbatas. Karena itu konstitusi yang
dilahirkannya tidak terlepas dari kedua kekurangan tersebut.
Orang
sepakat bahwa bagaimanapun sempurnanya suatu konstitusi, namun dalam kenyataan
ia akan tetap tertinggal dari perkembangan masyarakat. Bagaimanapun juga setiap
konstitusi itu pada suatu saat akan mengalami perobahan. Perobahan itu
dimaksudkan untuk menyesuaikan konstitusi itu dengan perkembangan masyarakat.
Perubahan itu dirasakan perlu, manakala salah satu atau beberapa pasalnya tidak
lagi sesuai dengan perkembangan masyarakat, orangsudah merasakan tidak lagi
sesuai dengan perkembangan masyarakat, orang sudah merasakan tidak lagi sesuai
dengan perkembangan masyarakat, orang sudah merasakan tidak lagi memberikan
jaminan kepastian hukum.
Menurut
Sri Soemantri kata mengubah Konstitusi/Undang-Undang Dasar sama dengan
“mengamandemen Konstitusi/Undang-Undang Dasar”. Dengan demikian menubah
Undang-Undang Dasar/Konstitusi dapat berarti dua, yaitu pertama mengubah
sesuatu yang sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar/Konstitusi, dan kedua menambahkan
sesuaru yang belum diatur dalam Undang-Undang Dasar/Konstitusi.
Sekarang
timbul pertanyaan, bagaimana caranya untuk merobah suatu
konstitusi/Undang-Undang Dasar? Berbagai cara dalam praktek dapat ditempuh
untuk merobah suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar, tergantung kepada
bunyi pasal perobahan dalam konstitusi/Undang-Undang Dasar tersebut.