KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM
Posted on Senin, 11 Juni 2012
|
Comments Off
1. Kedudukan Harta dalam Islam
A.
Pengertian Harta
Istilah Harta atau al-mal dalam
Al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu,
sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqih terdiri
atas: pertama, memiliki unsure nilai ekonomis. Kedua, unsur manfaat atau
jasa diperoleh dari suatu barang.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/adat) yang berlaku di masyarakat. As-Syuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi baik yang merusak maupun melenyapkannya.
Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/adat) yang berlaku di masyarakat. As-Syuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi baik yang merusak maupun melenyapkannya.
Dengan demikian tempat
bergantungnya status al-Mal terletak
pada nilai ekonomis suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya nilai ekonomis
dalam harta tergantung pada besar kecilnya manfaat suatu barang. Faktor manfaat
menjadi patokan dalam menetapkan nilai ekonomis ekonomis suatu barang. Maka
manfaat suatu barang menjadi tujuan dari semua jenis harta.
B.
Pandangan Islam Mengenai Harta
Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pertama, pemilik
mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah
SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan
amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya (QS al-Hadiid:
7).
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah
bersabda:
”Seseorang
pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya untuk apa
dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana didapatkan dan
untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk dipergunakan”.
Kedua, status harta
yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut:
1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah
SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan
benda dari tiada.
2. Harta sebagai perhiasan perhiasan hidup
yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak
berlebih-lebihan (Al-Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup harta sering
menyebabakan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri (Al-Alaq: 6-7)
3. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini
menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan
ajaran Islam atau tidak (Al-Anfal: 28)
4. Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk
melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah bagi antar sesama manusia, malaui zakat, infak,
dan sedekah (At-Taubah: 41, 60: Al Imran: 133-134)
Ketiga, pemilikan
narta dapat dilakukan melalui usaha
atau mata pencarian yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya (Al-Baqarah: 267)
”Sesungguhnya
Allah mencintai hamba-Nya yng bekerja. Barang siapa yang bekerja keras mencari
nafkah yang halal untuk keluarganya maka sama dengan mujahid di jalan Allah”
(HR Ahmad).
”Mencari
rezeki adalah wajib setelah kewajiban yang lain” (HR Thabrani)
”Jika
telah melakukan sholat shubuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan
sempat mencari rezeki” (HR Thabrani).
Keempat, dilarang
mencari harta, berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-Takatsur: 1-2),
melupakan Zikrullah/mengingat Allah (al-Munafiqun: 9), melupakan sholat dan
zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang saja
(al-Hasyr: 7).
Kelima, dilarang
menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, jual beli
barang yang haram, mencuri, merampok, curang dalam takaran dan timbangan, dan
melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad)
2.
Harta yang Halal dan Haram
Isu yang sedang hangat
sekarang ini adalah korupsi. Korupsi
terjadi di samping karena sifat serakah dan keinginan hidup
bermewah-mewah adalah karena umat manusia telah melupakan halal dan haram. Hal itu sebenarnya manusiawi
saja karena tak ada orang yang ingin hidup miskin, akan tetapi manusia hidup
harus punya aturan agar bumi jadi seimbang dan kehidupan manusia aman dan
tentram. Oleh sebab itulah Allah mengutus para nabi dan rasul untuk
menyampaikan hukum dan aturan langit lewat kitab-kitab-Nya yang diwahyukan
melalui Nabi dan Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia. Dalam hal harta
ini agama Islam memnbedakan nya ke dalam dua jenis, yaitu harta halal dan
haram.
a. Harta Halal
Harta halal adalah harta yang diperbolehkan oleh
Allah untuk di manfaatkan oleh manusia sebagaimana yang telah diterangkan
melalui rasul kepada kita umatnya. Kehalalan harta benda dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi zatnya dan dari sisi cara mendapatkannya.
Harta yang halal karena zatnya adalah meliputi
segala jenis makanan dan minuman yang terdapat di dunia ini, kecuali yang telah
dijelaskan keharamannya, jadi asalnya semua makanan itu halal kecuali ada dalil
baik Al-qur’an ataupun hadits yang sahih yang melarangnya. Dalam surat
Al-Maidah ayat 1 Allah berfirman:
”Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu”
Kemudian dalam ayat 4 surat yang sama Allah
berfirman, ”Mereka menanyakan kepadamu, Apakah yang dihalalkan bagi mereka?
Katakanlah, dihalalkan bagimu yang baik-baik”
Kemudian harta yang halal bila di lihat dari cara
mendapatkannya, adalah segala suatu yang diperoleh dengan jalan yang
diperbolehkan oleh hukum Allah, seperti:
·
Harta
yang diperoleh dari warisan
·
Harta
yang diperolah melalui zakat
·
Harta
terpendam (Harta Karun)
·
Dan
lain-lain seperti upah atau gaji
b. Harta Haram
Yang dimaksud dengan harta haram adalah segala
seuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul bagi manusia. Harta haram ternagi 2
macam, yaitu haram karena zatnya dan haram karena cara mendapatkannya.
Harta yang haram karena zatnya antara lain Khamar
(makanan atau minuman yang dapat memabukkan atau merusak fikiran), Babi,
Bangkai, darah, binatang buas, dll
Allah berfirman:
”Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) Khamar, berjudi, berkurban
untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keberuntungan.” (Q.S Al-Maidah:90)
Sedangkan mengenai binatang buas diterapkan dalam
hadis berikut ini:
”memakan
semua binatang buas yang bertaring dan semua burung yang bercakar adalah haram
(H.R Muslim)
Sedangkan harta yang haram karena cara
mendapatkannya adalah setiap harta yang diperoleh dengan jalan yang batil
seperti penipuan, pencurian (termasuk korupsi), hasil riba, dan hasil riswah
(suap).
Khusus untuk korupsi terkadang orang memandang
bahwa hal itu bukan maling sehingga terkesan mereka tidak malu walaupun
ketahuan. Padahal korupsi itu lebih kotor dari pada maling, dan lebih jahat
dari merampok.
3. Cara-Cara Memperoleh Harta yang Halal
Liku-liku kehidupan tak
dikalkulasi dengan hitungan. Negeri yang sedemikian makmurnya ini, terancam
kekurangan sandang, pangan dan papan. Kegoncangan melanda di mana-mana.
Kegelisahan menjadi selimut kehidupan yang tidak bisa ditinggalkan. Begitulah
kalau krisis ekonomi sudah memakan korban.
Seakan manusia telah lalai,
bahwa segala yang terhampar di jagad raya ini ada Dzat yang mengaturnya. Apakah
mereka tidak ingat Allah Ta’ala telah berfirman:
“Dan
tidaklah yang melata di muka bumi ini melainkan Allahlah yang memberi
rezekinya” (QS. Hud: 6)
Keyakinan yang mantap hádala
bekal utama dalam menjalani asbab (usaha) mencari rezeki. Ar Rahman yang
menjadikan dunia ini sebagai negeri imitan (ujian), telah memberikan jalan
keluar terhadap problem yang dihadapi manusia, diantaranya:
- Berusaha
dan Bekerja
Sudah merypakan sunatullah seseorang ingin
mendapatkan limpahan rezeki Allah harus berusaha dan bekerja. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Kalau
telah ditunaikan salta Jum’at maka bertebaranlah di muka bumi dan ingatlah
Allah sebanyak-banyaknya agar kalian bajía” (QS. Al- Jumu’ah: 10)
Rezeki Allah itu harus diusahakan dan
dicari. Tapi, Madang-kadang
karena gengsi, sombong dan harga diri seseorang enggan bekerja. Padahal mulia
tidaknya suatu pekerjaan itu dilihat apakah pekerjaan tersebut halal atau
haram.
- Taqwa
Banyak orang melalaikan perkara ini,
karena kesempitan hidup yang dialaminya. Dia mengabaikan perintah Allah.
Padahal Allah Ta’ala telah menyatakan:
“Dan
barang siapa yang bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberikan rezekinya
kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangkanya”. (QS. Ath Thala: 2)
Yaitu dari jalan yang tidak diharapkan dan
diangan-angankan, demikian komentar Catada, seorang tabi’in (Tafsir Ibnu Katsir
4/48). Lebih jelas lagi Syaikh Al Hilali mengatakan bahwa Allah Yang Maha
Tinggi dan Agung memberitahukan, barang siapa yang bertaqwa lepada-Nya niscaya
Dia akan memberikan jalan keluar terhadap problem yang dihadapinya dan dia akan
terbebas dari mara bahaya dunia dan akhirat serta Allah akan memberi rezeki
dari arah yang tidak disangka-sangka (Bahjatun Nadhirin 1/44).
- Tawakkal
Allah berfirman:
“Dan
barang siapa yang bertawaqal lepada Allah niscaya Dia akan mencakupi
(keperluan)nya.” (QS. Ath
Thalaq: 3)
Yakni “barang
siapa yang menyerahkan urusannya lepada Allah niscaya Dia akan mencukupi apa
yang dia inginkan,” demikian kata Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ Ahkamul
Qur’an, 8/106
Dan tidak dinamakan tawakkal apabila tidak
menjalani usa. Sesungguhnya menjalani usaha merupakan bagian dari tawakal itu
sendiri. Oleh karena itu Ibnul Qoyyim mengatakan: ”Tawakkal dan kecukupan(yang Allah janjikan) itu, bila tanpa menjalani
asbab yang diperintahkan, merupakan kelemahan semata, sekalipun ada sedikit
unsur tawakkalnya. Hal yang demikian itu merupakan tawakkal yang lemah. Maka
dari itu tidak sepantasnya seorang hambamenjadikan sikap tawakkal itu lemah an
tidak berbuat berusaha. Seharusnya dia menjadikan tawakkal tersebut bagian dari
asbab yang diperintahkan untuk diperintahkan untuk dijalani, tidak akan
sempurna makna tawakkal kecuali dengan itu semua” (Zadul Ma’ad 2/315).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meningatkan kita dalam riwayat yang
shahih:
Seandainya
kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Dia akan
memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki, pergi
dipagi hari dalam keadaan perut kosong,
(dan) pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. An Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
- Syukur
Syukur hádala jalan lain yang Allah
berikan lepada kaum mukminin dalam menghadapi kesulitan rezeki. Dalam surat
Ibrohim ayat 7 Allah berfirman:
“Kalau
seandainya kalian bersyukur, sungguh-sungguh Kami akan menambah untuk kalian
(nikmat-Ku) dan jira kalian mengingkarinya, sesungguhnya adzab-Ku Sangay keras”
(QS. Ibrohim:7)
Oleh karena itu dengan cara bersyukur
Insta Allah akan mudah urusan rezeki kita. Adapun hakekat syukur hádala: “mengakui nikmat tersebut dari Dzat Yang Maha
Memberi nikmat dan tidak mempergunakannya untuk selain ketaatan lepada-Nya”, begitu
Al Imam Qurthubi menerangkan pada kita (tafsir Qurthubi 9/225)
- Berinfaq
Sebagian orang barangkali menyangka
bagaimana mungkin berinfaq dapat mendatangkan rezeki dan karunia Allah, sebab
dengan berinfak harta kita menjadi berkurang. Ketahuilah Dzat Yang Maha Memberi
Rezeki telah berfirman:
“Dan
apa-apa yang kalian infaqkan dari sebagian harta kalian, maka Allah akan
menggantinya.” (QS. Saba:
39)
- Silaturohmi
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda:
“Barang
siapa yang berkeinginan untuk dibentangkan rezeki baginya dan dipanjangkan
umurnya, maka hendaklah menyambung silaturohmi.” (HR. Bukhori Muslim)
- Doa
Allah memberikan sensata yang ampuh bagi
muslimin berupa doa. Dengan berdoa seorang muslim Insya Allah akan mendapatkan
apa yang dia inginkan. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam menuntun kita agar
kita berdoa tatkala kita menghadapi kesulitan rezeki.
”Ya
Allah aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan
yang diterima.” (HR. Ibnu
Majah dan yang selainnya)
4. Kewajiban Terhadap Harta
4. Kewajiban Terhadap Harta
Diantara semua agama yang ada
di dunia ini, hanya Islamlah satu-satunya agama yang tidak memisahkan antara
kepentingan duniawi dan ukhrawi, sehingga ungkapan hikmah yang berbunyi,
“ad-dunya mazra ‘atu al-akhirak” (duni hádala tempat bercocok tanam untuk
kepentingan akhirat) Sangay popular di tengah-tengah muslim. Salah satu prinsip
Islam dalam kehidupan duniawi ahíla tentang kewajiban manusia terhadap harta
benda.
Harta atau kebendaan yang
dimaksud di sini hádala semua jenis benda dan barang untuk bekal hidup manusia,
seperti pangan, sandang, papan, perhiasan dan sebagainya. Kewajiban manusia
untuk menuntut dan mencari harta itu secara patut, berusaha dan bekerja dengan
sungguh-sungguh, dengan selalu mengharapkan ridho Allah SWT.
Tidak boleh seseorang mencari
harta itu dengan menjadikan dirinya sebagai pengemis atau peminta-minta,
kecuali jira ia sudah benar-benar tidak berdaya. Demikian pula Islam tidak
memperbolehkan seseorang mencari dan mengumoulkan harta dengan penuh tipu daya,
menyalahgunakan wewenang dan jabatan, dengan cara yang tidak halal, dan
sebagainya. Hikmah utama menjaga harga diri jangan samoai merendahkan derajat
kemanusiaan, serta untuk memelihara jangan terjadi kerusakan dalam pergaulan manusia.
Orang yang mencari harta benda
dengan cara penuh kecurangan itu hádala penipu. Orang yang mencari harta dengan
mengandalkan meminta-minta itu hádala mengemis, berjudi, mencuri, riba (seperti
rentenir, deposito) memeras atau pungutan liar, maka itu hádala pencuri,
penjudi dan pemeras. Semua aktifitas menuntut harta seperti itu pada hakikatnya
dapat menjatuhkan harga dirinya, sekaligus akan mendapat hukuman dari-Nya.
Islam Sangay menghargai seseorang yang makan dan mencari harta dengan hasil
kerjanya sendiri. Rasulullah SAW bersabda, “Tak
da satupun makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang selain dari jerih
payahnya” (Bukhari dan Ahmad).
Mencari rezeki dengan cara
yang halal, meski hasilnya sedikit dan dipandang hina oleh orang lain, justru
dalam pandangan Islam itu lebih baik. Mereka yang mencari rezeki dengan cara
yang halal seperti pedagang apongan atau pedagang kaki lima, jauh lebih
terhormat dalam pandangan Allah, dari pada mereka yang berdasi dan
berjasbekerja di ruangan AC, tetapi mencari harta dengan cara melakukan
penyimpangan dan kecurangan terhadap amanah yang dipercayakan kepadanya.
Rasulullah saw dalam sabdanya
mengatakan, “Sesungguhnya akan lebih
baik, bila seseorang diantaramu memasukkan tanah ke dalam mulutnya (makan
tanah) dari pada ia memakan sesuatu yang diharamkan Allah”. (HR. Baihaqi).
Benar, tidak dijumpai satu
ayat pun dalam Al-Qur’an yang mencela kekayaan dan orang yang mencari kaya
sesuai dengan syariat yang telah diturunkan lepada Nabi Muhammad SAW.
Yang banyak disebutkan dalam
Al-Qur’an hádala celan terhadap kekayaan yang dipergunakan untuk mendurhakai
Allah. Atau mencela si pengumpul kekayaan yang serakah, tapi menghiraukan
kesengsaraan orang-orang di sekitarnya.
Harta dan juga keturunan
(anak) aníllala sarana untuk mencapai keridhoan Allah, “Harta dan anak-anak hádala perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan ingá kekal lagi saleh ádalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(QS. Al-Kahfi [18]: 46)
Karena itu jangan sampai harta
serta anak menjadikan manusia lalai untuk ingat lepada Allah, “orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka
itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).
Selain itu, ajaran Islam juga
tidak menyukai si pemilik modal besar menggunakan hartanya dengan penuh
kesombongan untuk menindas si lemah. Orang yang terpuruk dalam destapa dan
kesengsaraan hidup, memang mudah sekali terpancing untuk melepaskan hartanya.
Orang kaya selalu memanfaatkan
kondisi orang yang tengah tertekan ekonominya untuk semakin memperkaya dirinya,
misalnya dengan iming-iming ingin membantu lantas memaksa orang tersebut
mensual tanhah yang dimilikinya.
Akan mendapat berkah dari
Allah SWT yang Maha Pemberi Rezeki, orang-orang kaya yang tidak sombong, dan
memanfaatkan sebagian hartanyauntuk kepentingan orang banyak dalam rangka
mengharapkan keridhoan-Nya menuju hari perhitungan kelak.
Firman Allah SWT, “Katakanlah: Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang
dikehendaki-Nya)”. Dan barang siapa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dial ah Pemberi Rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba
[34]: 39).