Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Posted on Jumat, 15 Juni 2012
|
Comments Off
Pengertian
Dari
istilah Hak atas kekayaan intelektual, paling tidak ada 3 kata kunci dari
istilah tersebut yaitu :
- Hak adalah benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh undang-undang ),atau wewenang menurut hukum.
- Kekayaan adalah perihal yang ( bersifat, ciri ) kaya, harta yang menjadi milik orang, kekuasaan.
- Intelektual adalah cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan, atau totalitas pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman.
Kekayaan intelektual adalah
kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya
di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan
atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang
memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh "produk"
baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis.
Kekayaan intelektual (Intelectual
property) meliputi dua hal, yaitu :
1.
Industrial property right (hak kekayaan industri), berkaitan
dengan invensi/inovasi yang berhubungan dengan kegiatan industri, terdiri dari
:
a.
paten
b.
merek
c.
desain industri
d.
rahasia dagang
e.
desain tata letak terpadu
2.
Copyright (hak
cipta), memberikan perlindungan terhadap karya seni, sastra dan ilmu
pengetahuan seperti film, lukisan, novel, program komputer, tarian, lagu, dsb.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan
padanan dari bahasa Inggris intellectual
property right. Menurut World
Intellectual Property Organisation (WIPO), kata "intelektual"
tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya
pikir, atau produk pemikiran manusia (the
creations of the human mind).
Secara
substantif pengertian HaKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia. Karya-karya intelektual tersebut dibidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun
teknologi, dilahirkan dengan pengorbanan tenaga, waktu dan bahkanbiaya.
Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan.
Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan menjadi memiliki nilai. Apabila ditambah dengan manfaat ekonomi yang dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsepsi kekayaan (property) terhadap karya-karya intelektual. Bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan.
Sejarah, Latar belakang dan Landasan HaKI
Kalau dilihat secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka.
Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta.
Tujuan dari konvensi-konvensi
tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar
informasi, perlindungan minimum dan prosedur mendapatkan hak.
Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif
bernama the United International Bureau for the Protection of Intellectual
Property yang kemudian dikenal dengan nama World
Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO kemudian menjadi badan
administratif khusus di bawah PBB yang menangani masalah HaKI anggota PBB.
Sebagai tambahan pada tahun 2001
World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26
April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia. Setiap tahun,
negara-negara anggota WIPO termasuk Indonesia menyelenggarakan beragam
kegiatan dalam rangka memeriahkan Hari HaKI Sedunia
Sejak ditandatanganinya persetujuan
umum tentang tarif dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di
Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk
melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui
Undang-undang No. 7 tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO).
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antar negara secara jujur dan adil, karena:
Lampiran yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antar negara secara jujur dan adil, karena:
- TRIP’s menitikberatkan kepada norma dan standard
- Sifat persetujuan dalam TRIP’s adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tanpa reservation
- TRIP’s memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.
Tumbuhnya konsepsi kekayaan
atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi
atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini
melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan
hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, HaKI dikelompokan sebagai :hak
milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible)
Pengenalan HaKI sebagai hak milik perorangan yang tidak
berwujud dan penjabarannya secara lugas dalam tatanan hukum positif terutama
dalam kehidupan ekonomi merupakan hal baru di Indonesia. Dari sudut pandang HaKI, aturan
tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan
perlindungan tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga mewujudkan iklim
yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan
karya-karya inovatif,inventif dan produktif.
Jika dilihat
dari latar belakang historis mengenai HaKI terlihat bahwa di negara barat
(western) penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir
individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan
dalam perundang-undangan.
HaKI bagi
masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk
perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi dipakai
sebagai alat strategi usaha dimana karena suatu penemuan dikomersialkan atau
kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat
mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi
penemuan tersebut memungkinkan pencipta karya intelektual untuk terus berkarya
dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi individu atau pihak
lain, sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk juga dapat berkarya
dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi.
- Pemegang hak dapat memberikan izin atau lisensi kepada pihak lain.
- Pemegang hak dapat melakukan upaya hukum baik perdata maupun pidana dengan masyarakat umum.
- Adanya kepastian hukum yaitu pemegang dapat melakukan usahanya dengan tenang tanpa gangguan dari pihak lain.
- Pemberian hak monopoli kepada pencipta kekayaan intelektual memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi.