Mahalnya sebuah perlindungan hak cipta
Posted on Rabu, 13 Juni 2012
|
Comments Off
Beberapa hari yang lalu ada diskusi mengenai ‘perlukah artis memiliki Hak Cipta?’ di mailing list Pria Sehat Tanpa Celana. Saya termasuk yang tidak banyak memahami hukum Hak Cipta di Indonesia (malu saya sebagai orang Indonesia). Artis adalah pelaku seni (art), bisa sebagai pencipta (author) ataupun pemeran (performer), jangan diasosiasikan artis adalah hanya pemain sinetron atau selebriti ya!
Hukum Hak Cipta melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel atau buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video koreografi dll,
Definisi lain yang terkait adalah Hak Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam kaitannya dengan perdagangan. Regulasi di Amerika Hak Cipta diberikan seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20 tahun. Saya tidak tahu hukum di Indonesia apakah sama atau tidak. Hak Cipta direpresentasikan dalam tulisan dengan simbol © (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™ (trademark). Hak Paten yang masih dalam proses pendaftaran disimbolkan ® (registered). IANAL, so CMIIW dude!
Hukum Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta sering diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open Source, originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan redistribusi mengacu pada aturan Open Source.
Apa yang tidak dilindungi oleh hukum Hak Cipta?
Hak Cipta tidak melindungi peniruan, ide, konsep atau sumber-sumber referensi penciptaan karya. Apple sempat menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya turunan (derivasi) tetap dilindungi. Misal Priyadi yang membuat kode plugin php exec di WordPress harus mengikuti aturan redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP dan PHP memiliki lisensi Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk terhadap aturan Open Source dalam meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
Beberapa waktu yang lalu, masyarakat kita dihebohkan oleh kasus lagu Rasa Sayange yang diklaim negeri tetangga Malaysia sebagai lagu asli daerahnya. Kasus ini menjadi polemic yang memicu ketegangan dua masyarakat yaitu masyarakat Indonesia dan masyarakat Malaysia. Walaupun secara resmi Pemerintah Malaysia telah memberi klarifikasinya, sampai saat ini “perang dingin” antar dua masyarakat beda negara ini terus berlangsung. Masyarakat Indonesia pun ramai-ramai mengusulkan agar segala kekayaan budaya dan karya cipta milik bangsa Indonesia untuk segera dipatenkan semua. Perlindungan hokum atas hak cipta suatu karya memang diperlukan dan penting untuk mencegah pengklaiman orang / bangsa lain atas karya cipta seseorang. Perlindungan hak cipta suatu karya atau yang secara resmi di Indonesia disebut sebagai perlindungan HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) termasuk di dalamnya ada hak cipta dan hak paten memang penting, namun dibaliknya pentingnya kebutuhan perlindungan itu, keberadaan HaKI ternyata sangat mahal untuk dimiliki, selain itu ternyata HaKI yang ada sekarang belum bisa melindungi pemiliknya secara adil. Akibatnya, banyak pemegang hak cipta suatu karya yang memilih atau bahkan terpaksa tidak mendaftarkan hak ciptanya karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena akan banyak penemu-penemu karya cipta yang tidak mendapatkan imbal jasa atas penemuannya dan juga tidak diketahui oleh khalayak ramai sehingga menyulitkan untuk pengembangan penemuan selanjutnya.
Zaman sulit yang semakin sulit membuat orang-orang kreatif dalam mempertahankan kehidupannya. Karya-karya cipta yang bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat pun lahir dengan sendirinya. Namun sayang, banyak penemuan-penemuan/karya-karya cipta yang tidak terlindungi HaKI, sehingga pada akhirnya para penemu dan penghasil karya kreatif tersebut tidak memiliki perlindungan dan penghargaan atas jasa mereka membantu kehidupan yang maslahat bagi umat manusia. Lalu apa sebenarnya HaKI itu? Bagaimana pula mekanismenya sehingga biayanya menjadi mahal untuk dimiliki. HaKI adalah perlindungan hak atas kekayaan intelektual manusia. Selama ini banyak orang masih salah mempersepsikan antara hak cipta dan hak paten. Namun demikian, keduanya berada dalam ruang lingkup hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Keberadaan HaKI diatur dalam sebuah perjanjian internasional seperti persetujuan tentang aspek-aspek dagang hak kekayaan intelektual Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hak atas kekayaan intelektual (HaKI) meliputi hak cipta , hak paten , merek dagang , desain industri , desain rangkaian sirkuit terpadu , rahasia dagang, dan perlindungan varietas tanaman. Ada perbedaan yang mendetail antara hak cipta dan hak paten, hak cipta terfokus kepada bidang pengetahuan dan seni. Masa berlakunya hak cipta ini sampai sang pencipta meninggal dunia dan 50 tahun setelah sang pencipta meninggal dunia. Sedangkan hak paten mengandung pembaharuan dimana seluruh dunia tidak ada yang sama dan berkaitan dengan industri atau komersial serta masa berlakunya hak paten ini akan dilindungi selama 10 tahun sampai dengan 20 tahun.
Pengertian secara resmi menurut Direktorat HaKI Dep-Kum HAM, HaKI adalah hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat, serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga memiliki nilai ekonomis. Hak atas kekayaan intelektual (HaKI) merupakan terjemahan dari Intelectual Property Rights (IPR). Organisasi internasional yang mewadahi bidang HaKI yaitu WIPO (world Intellectual Property Organization). HaKI bertujuan untuk melindungi pemilik karya cipta secara luas dari pembajakan dan pemanfaatan tidak sah oleh orang lain. Di sisi lain, fakta bahwa karya cipta turun temurun asli bangsa Indonesia yang tidak terlindungi secara subtantif menjadikan produk hukum ini jauh dari sempurna. Mungkin juga menjadi alat penjajahan gaya baru melalui ekonomi oleh Negara maju terhadap Negara berkembang. Indonesia harus menerima HaKI yang tidak bisa melindungi secara adil, karena secara terburu-buru HaKI telah diterima sebagai payung global dengan meratifikasi konvensi globalisasi. Namun penting bagi Indonesia ikut dalam jaringan prosedur global ini, tujuannya jelas untuk menghindari pembajakan yang berdampak pada kerugian Negara disektor pajak, menghilangkan gairah pencipta, merusak perekonomian bangsa, merusak citra bangsa, menghambat investasi, adanya sanksi ekonomi/embargo/pencabutan kuota ekspor, dan lain-lain.
Memang diakui banyak pihak bahwa untuk mematenkan sebuah hasil karya cipta memang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sebenarnya, prosedurnya tinggal datang ke kantor Direktorat HaKI Dep-Kum HAM untuk mendaftarkan karya cipta dengan membuat draf paten. Prosedur pendaftarannya sendiri tidak sulit karena Ditjen HaKI telah memiliki prosedur standar. Biaya yang mahal pada awalnya, ada pada pembuatan draf , karena pemohon biasanya membutuhkan konsultan hukum. Kemudian , sesuai dengan ketentuan undang-undang, dibutuhkan waktu 36 bulan untuk bisa mendapatkan hak paten. Biaya pendaftarannya pun terhitung mahal untuk ukuran masyarakat Indonesia. Kurang lebih sampai batas perlindungan itu bisa mencapai 50 juta rupiah, untuk jangka waktu 20 tahun. Namun masih ada lagi batasan syarat untuk mendapatkan hak paten antara lain harus baru, marketable, dan industry applicable. Biaya yang mahal ini sebenarnya dapat di atasi, jika penemuan itu memang sudah dipakai industri maka si pemohon akan mampu membayar biaya-biaya tersebut. ###
Hak cipta dan hak paten
Masalah penjiplakan atau pembajakan memang tak pernah selesai, menjadi sangat rumit ketika semuanya berkaitan dengan uang atau meja hijau. Contoh kecil adalah misalnya jika saya menyanyikan lagu yang diciptakan oleh Chrisye di sebuah panggung dan penonton membayar saya, saya bisa dikatakan menjiplak dan mengambil untung. Kondisi ini jelas terjadi di mana-mana, banyak grup musik yang meniti karir dari pub ke pub menarik uang dengan menjiplak karya orang lain. Bahkan jika penampilan karya dalam bentuk gubahan, tetap dikatakan menjiplak karena itu bersifat karya turunan.
Saya sendiri pun termasuk dalam rantai pembajakan, misalnya men-download musik-musik dalam format mp3 atau mengubah format CD Audio ke dalam mp3 dan memberikannya kepada orang lain. Dalam kasus ini saya tidak menjiplak, tapi lebih kepada ‘konsumen para pembajak’. Tugas pemerintahlah melalui hukum mengurangi rantai pembajakan ini, dan jelas bisa dikurangi jika yang dibasmi adalah mata rantai yang lebih tinggi (pengedar, terutama dalam volume yang besar), bukan pengguna akhir.
Mungkin picik saya berkata seperti itu, tapi itu saya alami dalam hal lain, misalnya membeli buku, saya tidak membajak karena nyaris tidak ada rantai pembajakan buku yang saya konsumsi. Sewaktu kuliah dulu pengajar mewajibkan membaca text-book berbahasa Inggris dan sangat mahal, sedangkan di perpustakaan kampus hanya ada dalam itungan jumlah jari dalam satu tangan, tentunya sangat repot saya baca karena laku keras dipinjam oleh mahasiswa, akhirnya buku tersebut difotokopi ramai-ramai. Buku lain yang mudah didapat tanpa membajak tentunya saya beli. Saya salah tapi tak bisa menyalahkan diri sendiri
eberapa hari yang lalu ada diskusi mengenai ‘perlukah artis mempunyai Hak Cipta?’ di mailing list Pria Sehat Tanpa Celana. Saya termasuk yang tidak banyak memahami hukum Hak Cipta di Indonesia (malu saya sebagai orang Indonesia). Artis adalah pelaku seni (art), bisa sebagai pencipta (author) ataupun pemeran (performer), jangan diasosiasikan artis adalah hanya pemain sinetron atau selebritas ya!
Hukum Hak Cipta melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel atau buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara dan video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video koreografi dll,
Definisi lain yang terkait adalah Hak Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam kaitannya dengan perdagangan. Regulasi di Amerika Hak Cipta diberikan seumur hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20 tahun. Saya tidak tahu hukum di Indonesia apakah sama atau tidak. Hak Cipta direpresentasikan dalam tulisan dengan simbol © (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™ (trademark). Hak Paten yang masih dalam proses pendaftaran disimbolkan ® (registered). IANAL, so CMIIW dude!
Hukum Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat (author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain. Hak Cipta sering diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan didistribusikan (tanpa jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open Source, originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan redistribusi mengacu pada aturan Open Source.
Apa yang tidak dilindungi oleh hukum Hak Cipta?
Hak Cipta tidak melindungi peniruan, ide, konsep atau sumber-sumber referensi penciptaan karya. Apple sempat menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya turunan (derivasi) tetap dilindungi. Misal Priyadi yang membuat kode plugin php exec di WordPress harus mengikuti aturan redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP dan PHP mempunyai lisensi Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk terhadap aturan Open Source dalam meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
Masalah penjiplakan atau pembajakan memang tak pernah selesai, menjadi sangat rumit ketika semuanya berkaitan dengan uang atau meja hijau. Contoh kecil adalah misalnya jika saya menyanyikan lagu yang diciptakan oleh Chrisye di sebuah panggung dan penonton membayar saya, saya bisa dikatakan menjiplak dan mengambil untung. Kondisi ini jelas terjadi di mana-mana, banyak grup musik yang meniti karir dari pub ke pub menarik uang dengan menjiplak karya orang lain. Bahkan jika penampilan karya dalam bentuk gubahan, tetap dikatakan menjiplak karena itu bersifat karya turunan.
Source: dari berbagai sumber